MENGENAL BOB MARLEY LEBIH DEKAT

Selasa, 03 Juni 2014






    Bicara Bob Marley harus bicara Reggae! Bicara Reggae harus bicara Mariyuana! Bicara Mariyuana harus bicara Jamaika! Bicara Jamaika harus bicara merah, kuning, hijau! Obrolan inilah yang sering saya tangkap sebagai penulis ketika berdiskusi ataupun berdialog tentang tokoh musik satu ini yang kita panggil Bob Marley.


    Dah tahu belum friends? ternyata dikalangan para Rastafarian Indonesia, nama Bob Marley sudah tidak asing lagi di telinga mereka. Bahkan, Bob Marley sendiri seolah-olah menjadi kakek moyangnya para Rastafarian itu. Hal ini terlihat dengan style yang mereka punya seperti penampilan rambut mayoritasnya bergimbal, memakai mariyuana sebagai teman hidup yang sejati, atribute merah, kuning, hijau sebagai warna kehidupannya, dll. Begitupun juga dengan almbumnya kawan, bisa dikatakan mereka sudah diluar kepala untuk menyanyikannya lagu-lagu Bob Marley dalam satu album. Karena memang, lagu Bob Marleylah yang menjadi panduan hidupnya para Rastafarian yang ada di Indonesia, hebat yah.

    Di Jamaika, Bob sendiri mendalami spiritualitas Rastafari yang mengajarkan pembebasan diri dari ketertindasan tanpa dengan kekerasan. Akhirnya, musiklah yang menjadi pilihan Bob untuk menuangkan ajaran itu. Dengan petikan gitarnya yang khas, musiknya semakin berkarakter yang kita sebut sebagai Reggae. Banyak orang berpendapat musik Bob telah menjadi bahasa universal karena bicara kehidupan, kemanusiaan, pembelaan terhadap kaum tertindas yang menjadi inspirasi di belahan dunia. Adalah Island Record, Inggris yang berperan menyebarkan gagasan-gagasan Bob keluar Jamaica hingga menjadi demam di Eropa.

    Pada saat itu debut Bob dimulai bersamaan demam musik anak-anak muda seusianya seiring dengan eforia kemerdekaan Jamaika, sebuah negara pulau di Laut Karibia (bagian tengah benua Amerika), dari penjajahan Inggris pada tahun 1962. Di tahun itu Bob pertama kali merekam suaranya dalam lagu berjudul Judge Not. Di tahun itu pula, Bob bertemu anak muda lain yang punya ambisi musik, yaitu Neville O"Riley Livingston (Bunny Wailer) dan Peter McIntosh (Peter Tosh) dan membentuk band bernama The Wailing Wailers. Single pertama The Wailing Wailers, Simmer Down (1963). Di masa-masa awal itu musik Bob bercorak Ska, sebuah ritme asli Jamaica yang saat itu menjadi musik dominan di Jamaica. Sejak pertama itu pula Bob membuat lagu yang syairnya berisi ungkapan kiritik terhadap penguasa Kolonial.

    

   

    Bagi yang baru mendengarnya, musik Reggae Bob sering dianggap musik kelas bawah yang tidak berkelas, layaknya musik dangdut di Indonesia. Bukan itu saja friends, pribadi Bob Marley sendiri sebagai musisi sering disinisi sebagai "peracau" yang cuma bermimpi dibuai asap mariyuana, oh my god!. Tapi dibalik itu semua, Bob mengabarkan tentang kehidupan lewat musiknya yang berbicara penindasan, kemanusiaan, untuk menjadikan dunia yang lebih baik. Semuanya itu Bob catat apa yang memang dia rasakan dan dia lihat terhadap kehidupannya di Jamaika, lalu kemudian dijadikanlah sebuah syair lagu. Hal inilah yang menjadikan Bob dikenal juga sebagai tokoh yang humanis, karena kecintaanya terhadap Jamaika. Bagi dia Jamaika adalah representasi orang kulit hitam yang diterpa kemiskinan dan penindasan di seluruh dunia. Karenanya ia merasa harus selalu menjadi bagiannya untuk terus mewartakan serta memperjuangkannya ke seluruh dunia.

     Sayangnya Bob harus meniggalkan kita semua friends termasuk kemanusiaan dan penindasan. Pada tanggal 21 Mei 1981 Bob meninggal dunia karena menderita penyakit melanoma yaitu, sebuah penyakit kelainan gen yang diduga turunan dari ayahnya dari orang kulit putih yang bernama Captain Norval Marley. Dan penyakit kanker kulit yang telah dideteksi 3 tahun sebelumnya sudah menyebar ke paru-paru dan otaknya. Dokter pun menduga umur Bob tidak akan bertahan lama. Dan akhirnya berakhirlah Bob Marley untuk menghembuskan nafasnya di dunia. Pemakamannya dilangsungkan di Jamaika beserta ribuan pecintanya.

    Biar bagaimanapun Bob Marley tetaplah Bob Marley, ya ga?. Dia adalah satu diantara tokoh kemanusiaan ataupun musisi yang semasa hidupnya banyak membantu orang yang tertindas khususnya di Jamaika. Dirinya sudah mati tetapi karya dan gagasannya tidak akan pernah mati sampai kapanpun, begitulah banyak orang mengatakannya.Tak jarang banyak musisi ataupun para tokoh dunia sering menjadikan Bob Marley sebagai icon yang sering menjadi bahan perbincangan tentang kemanusiaan ataupun musik. Sampai para generasi muda pun yang ada di Indonesia, Bob Marley menjadi sosok “peace & love” yang harus dilestarikan selalu, ok ga friends?


    Selamat tinggal Bob Marley! Selamat tinggal kakek moyang Reggae! Nama, karya, dan jasamu akan dikenang selalu oleh banyak orang. (RMJ)





MUSIK SEBAGAI MEDIA PROTES - MARJINAL



MUSIK SEBAGAI MEDIA PROTES 


    Komunitas Marjinal berdiri di Gg. Setiabudi, Srengsengsawah Jakarta Selatan melalui proses yang sangat panjang untuk bisa diterima oleh masyarakat setempat. Terkenal dengan anak-anak muda yang urak-urakan dan menyeramkan itu, teman-teman Marjinal harus bersusah payah untuk diakui oleh masyarakat lewat interaksi mereka yang bersahabat seperti ikut gotong royong, acara 17 agsustus, bikin workshop untuk anak-anak, dll.

    Dalam konteks ini, Marjinal hadir juga untuk membawa suatu perubahan pada masyarakat dalam hal kebebasan. Lewat acara-acara yang dibuat oleh mereka, Marjinal seolah-olah menjadi milik masyarakat juga sebagai wadah mengekspresikan kebebasan yang masyarakat miliki.


“maling-maling kecil dihakimi, maling - maling besar dilindungi”
“maling-maling kecil dihakimi, maling - maling besar dilindungi”




    Siapa sih yang tidak kenal sepenggal syair lagu diatas? Yupzz, inilah lagu yang sering kita dengar lewat teman-teman kita yang berpenampilan PUNK ini. Lagu ini sangat familiar diantara teman-teman kita yang sering di jalanan lho. Bahkan, tak sedikit anak-anak muda pun mengenal lagu ini sebagai lagu penggugah hati untuk memprotes terhadap sang penguasa (Negara). Marjinal, itulah nama dari sebuah komunitas atau kelompok band yang menciptakan lagu tersebut. Dengan bermarkas di wilayah Srengsengsawah, Jagakarsa tepatnya di Gg. Setiabudi Jl. Moh Kafi II No 39, mereka bebas mengekspresikan dirinya seperti apapun sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang membunuh kebebasan seseorang. Itulah Marjinal yang terkenal sebagai tukang protes kalau sudah membuat karya lagu, he..he.. ngeri juga ya sobat!! Kenyataan ini tim redaksi NIAT dapatkan yang diwakili oleh saudara Ardi untuk meliputnya ke markas mereka. Ketika mendekat sampai di pintu gerbang, atmosfer politiknya terasa banget lewat sebuah plang menjulang tinggi yang bertuliskan “Alam Raya Sekolahku”. Dan ternyata memang benar, itulah Marjinal yang lahir atas dasar politik Indonesia yang tidak sehat. Hal inilah yang melatar belakangi kelahirannya Marjinal, friends. Mau tahu lebih lanjut, simak laporannya berikuti ini.

    Menurut Mike salah satu penggagas dan pencipta lagu terbanyak di Marjinal, “protes yang kita angkat lewat lagu bukan semata-mata sebuah protes yang rekayasa melainkan, sebuah fenomena kehidupan yang membuat gw jenuh terhadap keadaan sosial yang tidak berpihak pada masyarakat lemah. Contohnya bisa kita lihat seorang maling ayam ataupun maling apalah yang terjadi, pasti masyarakat langsung menghakimi secara massal, tetapi coba kalau kita lihat para maling besar seperti koruptor yang sampai sekarang masih banyak berkeliaran, mengapa tidak di massalkan, inikan fuck off buat gw!!”, ucap pemuda ini dengan nada agak tinggi. Kenyataan ini juga yang membuat komunitas Marjinal lahir pada tanggal 22 Desember 1996. Berawal dari sebuah pertemanan di kampus grafika Jakarta Selatan dan mempunyai kesamaan pemikiran untuk melawan sistem yang fasis banget, maka pada saat itu dibangunlah sebuah jaringan yang bernama Anti Facist Racist Action (AFRA) sebagai wadah menuangkan isi protes tersebut. Kegiatan awal yang mereka lakukan pada saat itu masih sedikit dan sederhana untuk menuangkan isi protes seperti, membuat poster dari cukil kayu, lewat media visual, baliho, membuat lukisan, yang semuanya ini bertujuan untuk menggugah masyarakat khususnya anak muda untuk sadar melawan sistem fasis yang diusung oleh Orde Baru pada saat itu.

    Berkembang semakin berkembang, dibentuklah kegiatan baru yaitu kelompok band pada tahun 1997 dengan nama Anti ABRI pada saat itu. Mengapa Anti ABRI? Karena memang budaya kekerasan yang paling menonjol dari Negara adalah lewat ABRI ini. Pada saat spontan juga nama ANTI ABRI diubah menjadi ANTI-MILITARY karena nama ABRI sudah diganti. Dan akhirya, nama ANTI-MILITARY pun diubah juga untuk terakhir kalinya yaitu dengan mengganti nama MARJINAL. Konon katanya, nama Marjinal ini terinspirasi dari nama seorang tokoh buruh perempuan yaitu Marsinah….Marsinah….Marsinah….MARJINAL dehhh, he..he…! tapi secara prinsip nama Marjinal ini sebagai perwakilan dari keadaan kita yang memang benar-benar terpinggirkan, tutur Mike jawara musik rock di komunitas ini.

    Dengan secara kebetulan mereka bisa bermain musik yang bermodalkan gitar & jurus tiga kunci doang, kreatifitas mereka tetap mengalir lewat ciptaan lagu yang syairnya diambil dari kehidupan sehari-hari. Album perdana mereka telah dibuat pada tahun 1999 dan album kedua pada tahun 2000 dengan personil yang selalu berganti. Mereka selalu tampil dalam acara apapun seperti kawinan, hajatan, agustusan, dll. “pokoknya kami akan selalu tampil dalam acara apapun, yang penting musik kami dapat didengar oleh masyarakat dan dipahami sebagai alat komunikasi menuangkan protes yang kami angkat agar masyarakat tahu tentang apa yang telah terjadi di Negara kita ini (Indonesia)”, ucap Mike pemuda yang punya tattoo ikan di kepalanya.

    Tak sedikit dikalangan anak muda Jakarta yang tidak kenal dengan komunitas Marjinal. Dengan berciri khas seperti layaknya anak PUNK dan memakai kaos bertuliskan “MARJINAL”, mereka menyanyikan lagu-lagu teriakkan jiwa yang sangat khas dengan gema suaranya yang keras. Itulah para fans Marjinal yang berada di sudut-sudut Stasiun Depok Baru yang menjadi tempat tongkrongan ataupun berkumpul dengan kawan-kawannya. Dilihat dari segi penampilan bisa dikatakan para fans Marjinal ini memiliki keunikannya sendiri. Ada yang menindik banyak disekitar mukanya. Ada yang rambutnya di Mowhawk ke atas. Ada yang memakai pakaian anak kecil dan kalau dipake sangat street sekali. Ada yang mengenyot dot anak bayi, dan masih banyak lagi. Setidaknya inilah penampilan PUNK yang mereka percayai sebagai sebuah kebebasan diri sendiri, dan inilah arti sesungguhnya dari kata PUNK yang mempunyai sebuah ajaran Be Your Self (jadilah dirimu sendiri) “jangan batasi apa yang kau inginkan, tapi berikanlah kebebasan terhadap apa yang kau gunakan”!, tegas Mike dalam wawancara bersama redaksi NIAT. Dan yang lebih uniknya friends, teman-teman Marjinal mentafsirkan PUNK dengan penuh plesetan yaitu “Pemuda Urakan Nan Kreatif” (PUNK), wah benar-benar kreatif banget ya!

    Itulah Marjinal yang menganut ideologi PUNK sebagai sang pemula yang pertama kali meneriakkan ketidakadilan dan perlawanan terhadap sistem yang korup. Selain itu, PUNK jugsa sebagai sub-kultur yang berkembang pada tahun 80-an yang mengunggulkan rasa toleransi dan kebebasan orang. Semuanya itu mereka wujudkan juga dalam bermusik. Dengan bermain agak ngebeat banget, jiwa musik nge-PUNK sangat terasa bagi orang yang baru mendengarkan lagu-lagu mereka. Syair dan lirik yang mereka angkat pun berasal dari keadaan sosial di masyarakat lemah yang menjadi korban politik kotor di Indonesia. Semangat terhadap perubahan selalu menggelora di jiwa mereka lewat aksi bermain musik ini. Karena teman-teman Marjinal percaya bahwa lewat musik yang berunsur protes dan membangun, orang akan terbentuk karakternya sebagai seorang pemimpin yang berani untuk bangkit dari keterpurukan yang ada. Dan dari orang-orang yang berkarakter inilah akan menghasilkan tindakan kongkret terhadap sutau perubahan sosial. Wah ok juga ya friends semangat perubahan mereka…! Pokoknya sukses selalu deh buat Marjinal. (RMJ)



Kontak Kami









KOMUNITAS RUMAH MUSIK JAKARTA :


Mobile : 082114015124 (Wa/Tlp)


Email : rumahmusik.djakarta@gmail.com 


Alamat : AVAILABLE ON GOOGLE MAPS